Konon pada zaman
dahulu hiduplah seorang wanita miskin dengan anak laki-lakinya yang bernama si
Lancang. Mereka berdua tinggal di sebuah gubuk reot disebuah negeri yang
bernama Kampar. Ayah si Lancang telah lama meninggal dunia. Emak lancang bekerja
menggarap ladang orang lain, sedangkan si Lancang menggembalakan ternak
tetangganya.
Pada suatu hari
Lancang benar-benar mengalami puncak kejenuhan. Dia sudah bosan hidup miskin.
Dia ingin merantau dan mengumpulkan uang yang banyak agar menjadi orang kaya.
Lancang : Lancang tak tahan lagi hidup miskin, lancang
mau merantau Mak !
Emak : Apa ? Mau merantau ?, Aduh..., macam manaya nak
?
Lancang : Ayolah Mak...! Izinkan lancang merantau Mak!
Emak : Baiklah Lancang...Kau boleh merantau,
tetapi..Jangan lupa Emak kau ni! Jika kau nanti sudah jadi orang kaya,
segeralah balik!
Lancang : Benar Emak mengizinin ?
Emak : Iya...
Lancang : Wah, terima kasih ya mak! Terima kasih! Nanti
saya akan menjadi orang kaya raya! Dan saya tidak mau bekerja sebagai pengembala
yang membosankan itu!
Emak : Hhh.....
Lancang : Jangan bersedih mak Lancang tak akan melupakan
Emak, Jika sudah kaya, Lancang pasti pulang mak!
Emak : Baiklah nak, besok pagi-pagi sekali kau boleh
berangkat! Nanti malam, mak mau membuat lumping dodak untuk kau makan di
perjalanan nanti.
Keesokan Harinya....
Lancang : Mak, Lancang pamit... Do’akan Lancang ya mak!
Emak : Iya Lancang, Emak pasti akan mendoakanmu
selalu! Ni lumping dodak untuk bekal perjalanan mu!
Lancang : Terima Kasih ya mak...Lancang
pergi...Assalamualaikum!
Emak : Walaikumsalam! Hati-hati ya nak!
Bertahun-tahun
sudah Lancang Merantau. Akhirnya dia menjadi pun menjadi pedagang kaya. Dia
memiliki puluhan kapal dagang dan ratusan anak buah. Istri-istrinya pun
cantik-cantik dan berasal dari keluarga kaya pula. Sementara emak si Lancang
hidup miskin seorang diri di kampungnya.
Suatu hari, mau
mengajak istri-istrinya untuk pergi berlayar ke Andalas.
Lancang : Wahai istri-istriku! Saya mau mengajak kalian
untuk pergi berlayar ke Andalas!
Istri 1 & 2 : Hah? Benar kakanda?
Lancang : Iya
Istri 1 : Wah! Ni pasti akan menyenangkan! Kakanda,
bolehkah kami membawa perbekalan yang banyak?
Istri 2 : Iya Kakanda, kami mau berpesta pora diatas
kapal.
Lancang : Tentu! Bawalah perbekalan sebanyak yang kalian
mau!
Istri 1 & 2 : Terima Kasih Kakanda!
Istri – istri Lancang membawa begitu
banyak perbekalan, mulai dari makanan hingga alat musik untuk berpesta. Mereka
juga membawa kain sutra dan perhiasan yang banyak.
Sejak berangkat dari pelabuhan, seluruh
penumpang kapal si Lancang berpesta pora. Mereka bermain musik dan bernyanyi
sepanjang pelayaran. Hingga akhirnya kapal si Lancang merapat di Sungai Kampar,
kampung halaman si Lancang.
ABK 1 : Hoi…! Kita sudah sampai!
Ustadzah : Wah! Si Lancang rupanya! Dia sudah jadi orang
kaya!
Siamang : Megah betul kapalnya! Syukurlah jika dia masih
ingat kampung halamannya ni!
Ustadzah : Sebaiknya kita beritahukan kedatangan Lancang
ni kepada Emaknya! Beliau sudah begitu lama menunggu kedatangan si Lancang.
Siamang : Betul Ustadzah! Mari kita beritahukan!
Di rumah si Lancang…
Ustdzh
& siamang : Assalamualaikum!
Emak : Wa’alaikumsalam! Oh, Ustadzah dan Siamang! Mari, silakan masuk!
Ustadzah : Tak usah Mak, terima kasah. Kami kemari cuma
mau memberitahukan tentang kepulangan si Lancang!
Siamang : Iya
Mak! Lancang sudah balik, dan dia sudah menjadi orang kaya!
Emak : Betul tu? Alhamdulillah…! Akhirnya balik juga
si Lancang! Terima kasah atas kabarnya ya! Saya nak menemui Lancang dulu!
Ustadzah : Mari
kami antar Mak!
Emak : Ya, terima kasah banyak.
Sesampainya di kapal…
Emak : Subhanallah! Megah betul kapal ni! Saya nak naik dan menemui
Lancang!
ABK
1 : Hai wanita buruk! Janganlah kau naik ke kapal ni! Pergi dari sini!
Emak : Tapi… Aku adalah Emak si Lancang…
ABK
2 : Hah?! Mustahil Tuan Lancang punya emak macam kau! Pergi kau!
Lancang : Apa
perkara ni?! Ribut betullah kalian!
ABK1
& 2 : Ampun Tuanku…
ABK
2 : Begini Tuan… Wanita tua ni mau naik ke kapal dan dia juga mengaku-ngaku
sebagai ibu dari Tuanku.
Istri
1 : Hah?! Benarkah wanita tua ni adalah ibu Kakanda?
Istri
2 : Mengapa selama ni Kakanda tak pernah menceritakan tentangnya?
Lancang : Bohong!
Dia bukan ibuku! Usir dia dari kapalku!
Emak : Oh, Lancang anakku! Aku adalah emakmu, Lancang!
Lancang : Manalah
mungkin aku punya emak tua dan miskin macam kau!
Siamang : Apalah
cakap kau ni Lancang! Beliau ni adalah emak kau! Tak sepantasnya kau bicara
macam tu pada emak kau!
Ustadzah : Istighfar
Lancang! Istighfar!
Lancang : Diam
kalian! Jangan ikut campur urusanku! Dasar orang – orang kampung! Kelasi! Cepat
usir mereka semua tu dari kapalku!
ABK1
& 2 : Pergi! Pergi kalian dari sini!
Emak : Astaghfirullah!
Sesampainya di rumah Lancang…
Siamang : Masya’Allah! Kami tak menyangka Lancang nak
menjadi macam tu!
Ustadzah : Iya… Mak, yang sabar ya… Kami permisi dulu ya
Mak.
Ustdzh & Siamang : Assalamualaikum!
Emak : Waalaikumsalam! Terima kasah ya… (Emak lalu mengambil lesung dan
nyiru pusaka sambil berdo’a…)
Emak : Ya Allah… Si Lancang telah kulahirkan dan kubesarkan… Namun setelah
kaya… Dia tak mau mengakuiku sebagai emaknya… Ya Allah, tunjukkan padanya
kekuasaan-Mu…!
Dalam sekejap tiba-tiba
angin topan berhembus dengan kencang. Petir menggelegar menyambar kapal si
Lancang. Gelombang Sungai Kampar menghantam kapal si Lancang hingga hancur
berkeping – keping. Semua orang di atas kapal tu berteriak kebingungan,
sementara penduduk berlarian menjauhi sungai.
ABK 2 : Akh! Ada apa dengan kapal ni?!
ABK 1 : Aaaakh…!
Istri 1 : Ya Allah! Ade apa ni?!
Istri 2 : Astaghfirullah!
Lancang : Emaaak…! Si Lancang anakmu pulang! Maafkan aku
Mak…! Maafkan aku…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar