“Hikari-chan, aku sudah muak dengan Taka. Dia menyebalkan
sekali! Setiap bertemu, pasti memanggilku Otemba” Uh … konsentrasiku buyar
ketika mendengar suara Eiko. Entah sudah berapa kali, ia telah menyebut nama
Taka hari ini. Lagi pula, Eiko memang sedikit tomboi. Kenapa harus
dipermasalahkan, sih? “Mungkin saja, ia menyukaimu” jawabku asal. Aku kembali
larut dalam komik yang sedang kubaca. Tapi, bukan Eiko namanya kalau tidak
meneruskan pembicaraan. “Ah! Seandainya Taka menghilang satu hari saja, akan
membuatku tenang” Eiko bergumam. Ya, seandainya kamu tidak sebut-sebut nama
Taka dalam satu hari saja, telingaku pasti terasa dingin.
Entah mengapa, Eiko dan Taka selalu bertengkar. Minimal,
mereka saling ejek dan mengganggu satu sama lain. Jika Taka mengganggu Eiko,
aku yang kena getahnya. Ujung-ujungnya, Eiko akan curhat padaku dengan dibubuhi
makian. Suaranya cempreng pula. “Otemba! … aku kira kau tidak ada di taman.
Kebetulan sekali” Suara nge-bass Taka disambut dengusan Eiko. Aku hanya memutar
bola mata. Bersiaplah Hikari..
“Huh! Kebetulan yang sial, ya! Untuk apa makhluk aneh sepertimu kemari?” Eiko membalas Sengit. “Kamu pikir, dirimu itu tidak aneh?! Lagi pula taman ini bukan milik nenekmu” sahut Taka. Aku segera pergi meninggalkan mereka.
“Huh! Kebetulan yang sial, ya! Untuk apa makhluk aneh sepertimu kemari?” Eiko membalas Sengit. “Kamu pikir, dirimu itu tidak aneh?! Lagi pula taman ini bukan milik nenekmu” sahut Taka. Aku segera pergi meninggalkan mereka.
“Hikari-chan, temani aku melihat Shino bertanding. Aku yakin
dia pasti terlihat keren” Aku mendongak. Wajah Eiko hanya berjarak lima belas
senti dari wajahku. Ia tersenyum lebar. Sebagai jawabannya, aku hanya
mengangguk. Nah, untuk Watanabe Shino lain lagi. Eiko selalu memuji lelaki satu
ini. Shino berperawakan tinggi atletis, selalu rapi, orangnya cukup digandrungi
banyak murid di sekolah. Dia juga populer, sama seperti Taka. Bedanya, Taka
selalu terlihat urakan. Padahal sebenarnya ia tampan. “Kenapa sih, orang
seperti Taka itu ada?” Eiko memulai dengan pertanyaan yang membuatku ingin
menghindar. Kenapa Taka lagi yang ia sebut? Bosan rasanya, lagi pula
ujung-ujungnya ia memaki Taka. Ah, aku harus bersikap bijak pada temanku yang
satu ini. “Mungkin sebenarnya, Taka adalah orang baik. Hanya saja, Eiko-chan
melihat dari sisi berbeda. Jadi, yang Eiko-chan lihat adalah sosok Taka yang
menyebalkan” Aku melihat di sebelahku, Eiko memasang wajah ingin muntah. Dasar!
“Wah … terima kasih atas pujiannya Hikari. Kamu baik, tidak seperti Otemba ini”
Aku dan Eiko kaget luar biasa. Ternyata dari tadi Taka di belakang kami. “Kamu
menguping ya! Dasar tak tahu malu” BUKK! Eiko menimpuk Taka dengan tas
miliknya. “Aduh, sakit nih” Taka meringis, namun Eiko langsung mendampratnya.
“Makan saja rasa sakitmu itu!” “Eiko-chan, sudahlah” Kataku berusaha melerai. Aku
menghela napas panjang. Sampai kapan kalian terus-terusan begini?
“Ohayo Gozaimasu, Hikari-chan!” Sapa Eiko. Pagi ini ia terlihat
ceria. Tumben.
“Ohayo Gozaimasu, Eiko-chan” Aku membalasnya. Tunggu, mataku langsung terpaku pada sesosok makhluk di belakang Eiko. “Ano, Hikari-chan… boleh aku pinjam komik Senpai Volume sepuluh?” Itu Taka. Di sampingnya, Eiko hanya menatap sebal. “Boleh, besok aku akan membawanya” jawabku santai. Taka tersenyum “Arigatou Gozaimasu, Hikari-chan” ia kemudian ber-ojigi dan pamit. “Dou Ittamashite” aku menimpali. Aku heran, kenapa dia? Terlihat begitu senang. “Ya, pergi sana! Jangan merusak pagiku lebih lama lagi!” teriakan Eiko tak dihiraukan Taka. Ia hanya berjalan disambut tatapan aneh oleh murid sekelas. “Ada apa dengannya?” Eiko juga penasaran rupanya. “Mungkin, senang ketika melihat Eiko-chan” aku menggodanya. Alhasil, ia bergidik dan memasang wajah cemberut.
“Ohayo Gozaimasu, Eiko-chan” Aku membalasnya. Tunggu, mataku langsung terpaku pada sesosok makhluk di belakang Eiko. “Ano, Hikari-chan… boleh aku pinjam komik Senpai Volume sepuluh?” Itu Taka. Di sampingnya, Eiko hanya menatap sebal. “Boleh, besok aku akan membawanya” jawabku santai. Taka tersenyum “Arigatou Gozaimasu, Hikari-chan” ia kemudian ber-ojigi dan pamit. “Dou Ittamashite” aku menimpali. Aku heran, kenapa dia? Terlihat begitu senang. “Ya, pergi sana! Jangan merusak pagiku lebih lama lagi!” teriakan Eiko tak dihiraukan Taka. Ia hanya berjalan disambut tatapan aneh oleh murid sekelas. “Ada apa dengannya?” Eiko juga penasaran rupanya. “Mungkin, senang ketika melihat Eiko-chan” aku menggodanya. Alhasil, ia bergidik dan memasang wajah cemberut.
“Untuk apa, kamu membawaku kemari?” pertanyaanku hanya dijawab
dengan sebuah senyuman Eiko. “Ayolah, masa aku traktir makan ramen, Hikari-chan
tidak mau?” Sepulang sekolah, Eiko langsung menculikku ke sebuah kedai ramen di
Kyoto.
Saat makan, Eiko terus menerus tersenyum. Apa Eiko gila? Huh, Jangan konyol Hikari, Mana mungkin.. “Tadaima!” Sesosok lelaki berjalan dari pintu masuk kedai. Aku melongo. Itu kan, Watanabe Shino.. jangan-jangan.. Aku melirik ke arah Eiko. Ia terkekeh. “Kenapa kamu tidak bilang kalau Watanabe tinggal di sini?” orang yang kutanya hanya tersipu. “Habis, kalau aku beri tahu, Hikari-chan malah tidak mau” aku mendecak.
Saat makan, Eiko terus menerus tersenyum. Apa Eiko gila? Huh, Jangan konyol Hikari, Mana mungkin.. “Tadaima!” Sesosok lelaki berjalan dari pintu masuk kedai. Aku melongo. Itu kan, Watanabe Shino.. jangan-jangan.. Aku melirik ke arah Eiko. Ia terkekeh. “Kenapa kamu tidak bilang kalau Watanabe tinggal di sini?” orang yang kutanya hanya tersipu. “Habis, kalau aku beri tahu, Hikari-chan malah tidak mau” aku mendecak.
Kupingku panas. Seminggu penuh aku mendengar curhat Eiko
tentang Taka yang dipenuhi emosional, makian, dan lain sebagainya membuatku
pusing setengah mati menghadapi keluhannya. “Bodoh! Lelaki macam apa dia?
Bukannya menolongku, ia malah sibuk mengejekku” Kata Eiko “Untungnya, Shino
langsung membawaku ke UKS.” “Arrghh!! Rasanya, aku ingin sekali meninju wajah
Taka” kata Eiko geram Hmm.. aku berpikir. Kisah seperti ini di novel
kebanyakan. Taka pasti menyukai Eiko, hanya mungkin gengsi untuk menyatakannya.
Ya! Tepat sekali. Aku akan berbicara dengan Taka sepulang sekolah. Tujuanku
hanya satu, menyuruh Taka mengungkapkan perasaannya supaya telingaku dingin
kembali.
Aku membuka loker, sebuah surat melayang jatuh ke lantai. Aku
memungutnya. Ternyata dari Taka. Ia memintaku untuk pergi ke taman pulang
sekolah. Wah.. kebetulan sekali. Dengan semangat, aku melangkahkan kaki menuju
taman. Ya! Mulai saat ini, suara cempreng Eiko tak kan mengusikku dengan
laporannya tentang Taka. Yosh! Karena sebentar lagi mereka akan bersatu! Ha ha ha
…
Taka duduk di bangku taman,
senyum terkembang dari sudut bibirnya. Aku langsung duduk di sampingnya. “Ano …
Taka, aku ingin menanyakan sesuatu” Kataku, memulai pembicaraan. Taka terlihat
kaget. Ah, biar saja. Aku berniat To The Point. “Kau menyukai Eiko-chan, bukan?” tanyaku bersemangat. Namun, Taka hanya
menggeleng. Apa-apaan ini?! .. apa dia berpura-pura? “Jujur saja, buktinya kau
begitu hobi bertengkar dengan Eiko-chan” Aku sudah tak sabar. Apa susahnya sih,
untuk mengatakan ‘Iya’. “Aku sama sekali tidak menyukai Eiko-chan” katanya
“Habis, dia itu aneh. Tapi aku memang suka sekali mengganggunya” ZZRREETT…
seperti petir ada petir yang menyambar. Kenapa bisa perkiraanku sampai salah?!
Semua kan terlihat jelas. Seperti di cerita-cerita novel. Arrghh..!! “Ano ..
Hikari-chan” Ia menatapku. “Nani?” “Watashi Anata Ga Suki Desu. Perasaan ini
ada semenjak pertama melihat Hikari-chan” Suara Taka lembut “Aku sangat senang
ketika Hikari-chan ada di dekatku” Glek! … Aku menelan ludah. Rasanya otakku
berhenti bekerja, aku tak mampu mencerna perkataannya. “Jadi, selama ini..” aku
tak meneruskan kata-kataku. Handphone milikku bergetar. Eiko mengirim pesan, isinya:
‘Hikari-chan! Akhirnya, Shino menembakku. Kurasa, strategi saat makan ramen itu
berhasil’ Aku melongo. Apa maksudnya ini? Strategi? “Ano, …Tsukiatte Kudasai”
ucap Taka. Aku menatapnya tak percaya. Ia hanya tertawa kecil melihat
ekspresiku. Wajahnya terlihat tenang, tidak seperti saat bersitegang dengan
Eiko.
…. Kisah macam apa, ini?!Karangan : Andini Iswara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar