Translate in your language

Sabtu, 04 Oktober 2014

Biarkan Aku Mengecupmu




Pagi ini terasa dingin. angin di luar sana enggan bersahabat denganku, tapi mentari mulai mengajakku untuk keluar rumah. ku ambil termometer yang sedari tadi menempel di bibirku, aaahh.. masih 38 derajat, lumayanlah dari pada tak menurun sedikit pun. angin di luar sana mengajakku untuk bermain, mereka masuk lewat jendela. adduuuhh.. dingin sekali.
Pintu kamarku terbuka dan datanglah sosok bidadari yang membawakanku kehangatan. dia adalah ibuku, ya.. tentu saja. selama satu minggu ini aku terbaring di tempat tidurku dan ibukulah yang selalu mengurusiku dengan penuh kesabaran. I Love My Mom.
“Selamat pagi putriku, Bagaimana suhunya? sudah turun?” Ibu memulai percakapan dan meletakkan makanan di meja belajarku. “(Tersenyum) sudah turun bu, kemarin kan 39 sekarang sudah 38.” “Alhamdulillah.. ibu senang mendengarnya, sekarang putri makan dulu yah!” Ibu menyuapiku
Putri, yah itulah nama panggilanku dari namaku Amiranda Putri Annisa. Aku terlahir dengan sehat, tapi ketika usiaku menginjak 17 tahun sakit itu mulai menyerangku. aku menderita penyakit medis Palpitasi atau istilah lainnya adalah detak jantung yang abnormal, kadang jantungku berdetak sangat kencang dan terkadang juga detak jantungku berdetak sangat lambat. Tapi meskipun detak jantung yang abnormal aku tidak mau aktivitasku terhambat, ya.. semasih bisa aku berdiri kenapa tidak. sekarang aku berusia 19 tahun dengan penyakit yang masih bertahan di badanku. So no problem.
Langkah kaki terdengar sangat jelas di luar sana, aku tahu itu pasti ayah. My Dad Is Super Hero, ayahku selalu mengusahakan pengobatan untuk kesembuhanku. Ayah rela pulang malam untuk dana pengobatanku yang tak cukup dengan uang seratus dua ratus ribu. Bukan hanya obat yang harus ayah beli untukku, tapi biaya terapi pun ayah harus memikirkannya, Aku terkadang berpikir semua terlalu berfokus padaku, sedangkan adikku dan kakakku pun harus diperhatikan.
“Ayah berangkat kerja dulu yah.” Ayah berpamitan pada ibu. “Iya ayah, hati-hati di jalan, Assalamualaikum.” Ibu mencium tangan dan kening ayah “Waalaikumsalam, cepat sembuh Put.” Ayah tersenyum dan membelai keningku
hari itu entah kenapa aku tidak mau ayah pergi dari ku, aku ingin sekali mengecup kening ayah. Tapi hari ini ayah menerima tamu dari Singapura di kantornya.
“Ayah..!” Aku merubah posisiku dari mulanya berbaring menjadi duduk. “Iya Put?” Ayah menoleh ke arahku “Tidak apa-apa yah, aku hanya ingin bilang, hati-hati di jalan.” “Iya sayang.” Ayah mengecup keningku
Ya Allah, baru kali ini aku mendengar kata sayang lagi dari ayah, ingin sekali aku membalas kecupan ayahku. tapi tiba-tiba HP ayahku berdering, tandanya ayah harus segera ke kantor. Aku cemburu dengan pekerjaannya, waktu ayah lebih banyak dengan pekerjaannya sedangkan denganku hanya bisa satu bulan sekali. Ibu mengelus kembali rambutku dengan mengukir pelangi di bibirnya. Indah sekali aku senang ketika melihat ibu tersenyum, semoga senyum ibu akan selalu tetap abadi sekarang, esok dan sampai kapan pun.
Suara ambulans meraung-raung dan akhirnya hinggap di Rumah Sakit Jaya Sentosa. Sore itu rasa sesak di dadaku terasa menjepit jantungku, sakit sekali. sakitku bertambah saat mataku dengan samar-samar melihat ada sungai kecil yang mengalir di sudut mata ibu. Sampai akhirnya ibu tak terlihat lagi, karena gelap menguasai mataku dan akhirnya aku roboh.
Suara mesin pembantu detak jantungku membangunkanku dari tidur, air mataku tak bisa aku tahan. Bagaimana tidak, bidadari dalam hidupku tertidur di kursi dengan posisi kepala yang berada tepat di tanganku, ibu.. ingin sekali aku melepas selang-selang yang ada di tubuhku, aku ingin membuktikan bahwa aku sehat, tapi semua sia-sia rasa sakit sudah mengikatku.
“Nak, putriku sayang kamu sudah bangun?” Ibu terbangun dari tidurnya dan menghapus air yang masih bersisa di matanya. “Bu, putri mau pulang, putri sehat kok bu.” “Putri, kamu itu harus istirahat. kata dokter besok kalau detak jantung putri sudah stabil putri bisa pulang.” Ibu tersenyum. “Bu, ayah mana?” “Ayah sedang di jalan nak.”
Aku melirik jam, ya Allah sudah menunjukkan jam 01.00 malam. semoga ayah baik-baik saja di jalan. suara telepon genggam ibu berbunyi terlihat tulisan “My Husband Call”. Ibu memperlihatkan telepon genggamnya padaku, aku tersenyum dan menyuruh ibuku untuk segera mengangkat telepon dari ayah.
“Assalamualaikum ayah, ayah masih di mana? Putri sudah sadar yah.” “Maaf.. kami dari pihak kepolisian. memberitahukan bahwa saudara Lukman telah mengalami kecelakaan, dan saudara Lukman telah meninggal di lokasi. sekarang jasad akan dilarikan ke rumah sakit Jaya Sentosa…” Telepon genggam ibu terjatuh. Dan ibu mendekatiku.
“Ibu kenapa? ayah kenapa? masih di mana bu?” “Putri.. ayah sebentar lagi sampai nak.” Ibu mengecup keningku, terasa air mata ibu menetes. “Ibu kenapa?” “Tidak Put, ibu tidak apa-apa. Ibu mau kamu sembuh yah nak.” Ibu kembali mengecup kening dan tanganku. “Putri besok sembuh kok bu.” Aku tersenyum “Ibu ke dokter dulu yah nak, sekarang kamu tidur lagi.” “Iya bu..”
Kain itu putih, dingin, beku dan tidak ada lagi kehidupan di bawahnya. terlihat wajah Super Hero yang mengukir pelangi pada bibirnya walaupun luka di kepalanya sangat parah. Itu jasad ayahku, Super Heroku. Isak tangis Ibu memenuhi ruangan yang tak bernyawa itu, adik dan kakakku pun merangkul ibu yang tak kuasa menerima cobaan pahit. besok pagi adalah acara pemakaman ayahku, sedangkan aku di kamar yang tak tembus pandang keluar, sendiri dan tak tahu kejadian apa yang menimpa di luar sana.
Gema pemanggil umat untuk melaksanakan kewajibannya terdengar sangat jelas. aku terbangun dari tidurku, aku melihat di sekitarku. aku bertanya dalam hati “Ke mana bidadari yang selalu menemaniku?”. Aku berusaha untuk bangkit, dan keluar kamar sendiri dengan tangan yang memegangi teman sejatiku, infus yah itu teman penyambung hidupku. sesampainya di koridor Rumah Sakit, nampak adikku menangis sambil memanggil-manggil ayah. Aku menghampirinya, dan aku mulai bertanya kenapa? Di mana? dan siapa?
“Kenapa dek? Di mana ibu? dengan siapa kamu ke sini? ayah mana?” Itu pertanyaan yang terlontar dari mulutku. “Kak.. ayah kak..!” Adikku terus menangis dan memelukku. “Ayah kenapa? mana ibu?” Adikku hanya menunjuk ke Ruang Jenazah. Aku tersentak kaget, dalam benakku beberapa pertanyaan terlontar. Siapa yang meninggal? Di mana ayah? Di mana ibu? kenapa aku sendiri?, dengan langkah kaki yang bergetar dan sesak yang menyelimuti jantungku aku berusaha untuk menuju ke ruang jenazah itu. Terlihat olehku jasad yang tak asing lagi untukku, sekarang tubuh itu tak hangat lagi, membisu, beku dan pucat. Spontan aku berteriak. “Ayah…!” aku berlari mendekati jasad ayahku yang sedang disiram bayu Ibu kaget dengan teriakanku, aku langsung dirangkul oleh ibuku. ibu hanya menangis dan menciumi pipiku. Aku marah, sedih, dan kecewa saat itu. aku bertanya pada ibu, kenapa aku tidak diberi tahu dari malam? kenapa aku baru tahu sekarang?, kalau saja malam itu aku tahu akun akan menemani ayah untuk terakhir kalinya. “Put.. kamu harus sabar nak, kamu harus kuat, kamu harus sehat nak. Sebelum ayah meninggal, Ayah menitipkan pesan untukmu nak lewat polisi. Pesan dari ayahmu Putri harus sembuh, Putri harus jadi jagoan ayah.” ibu kembali mengecup keningku “Tapi bu, ayah sudah tidak ada!” aku kembali menangis dan memeluk ibu sambil pandanganku tidak lepas dari sosok ayah yang kini telah pergi.
Rasa sakit di dadaku semakin menjadi, ketika ayahku diturunkan dari ambulans, tangisku memenuhi seluruh relung pada jiwaku. Aku ingin mengecup kening ayah untuk terakhir kalinya. Ketika semua orang akan memasukan ayah ke Rumah terakhirnya, aku berteriak.
“Stop!!!” Aku berlari menghampiri jasad yang sangat aku sayangi. “Putri, biarkan ayahmu tenang nak. putri sayang ayah kan?”Ibu berusaha menenangkanku “Iya bu, putri sayang ayah. Tapi sebelum ayah benar-benar pergi izinkan putri mengecup kening ayah bu.” Aku memelas kepada ibu “Kalau dengan ini putri bisa ikhlas ibu izinkan kamu nak.” Ibu melepaskan pelukannya.
Aku tersenyum dan membuka kain yang menutupi wajah ayah. aku mengecup kening ayah, saat aku mengecup kening ayah, aku menahan air mataku yang tidak boleh sedikit pun mengenai tubuh ayah. Dadaku kembali sesak jantungku seakan berlari ke masa lalu, ayah yang tersenyum kepadaku, ayah yang selalu lelah ayah yang selalu menghiburku, akhirnya aku serasa terbang dan semua menjadi gelap. sayup aku mendengar tangis dan suara saudara-saudaraku yang memanggilku. Aku terbangun karena ibu memanggilku.
“Alhamdulillah nak, putriku sayang sudah bangun. Kamu harus kuat nak.” Ibu memeluk dan mencium pipiku.
Aku tersenyum dan aku meminta kepada ibu untuk tersenyum. karena aku senang ketika aku melihat ibu tersenyum. Aku sudah pernah berkata kalau aku tidak mau senyum ibu hilang hari ini esok, dan sampai kapan pun. ibu tersenyum dan aku merasa sangat lelah dan ingin memejamkan mataku untuk waktu yang tak pernah akan membukakan mataku lagi.
Hari itu aku senang bisa mengecup kening ayah dan melihat ibu tersenyum. Dan hari itulah Aku dan Ayahku harus mengakhiri episode kehidupan. Aku sayang ibu dan ayah.
Karangan : Lasmi Sopia Sari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar